Pada tanggal 1 Maret 2017, Indonesia dibuat heboh dengan kedatangan Raja dari Arab Salman bi Abdul Aziz. Kedatangannya bahkan memunculkan banyak sekali komentar komentar dari para netizen mulai dari yang positif sampai yang ke arah negatif... Yah.. mudah2an saja Indonesia cepat berubah dan para netizennya lebih cerdas lagi dalam menilai segala sesuatu.
Sebelum kita melihat poin poin tujuan kedatangan Sang Raja. Ada baiknya kita mengetahui sekilas tentang profil dari Raja Arab ini. Berikut sekilas profilnya yang saya dapat dari Wikipedia :
Salman bin Abdulaziz al-Saud (bahasa Arab:
سلمان بن عبدالعزيز آل سعود,
Salmān bin ʿAbd al-ʿAzīz ʾĀl Saʿūd
Lahir tanggal 31 Desember 1935, (sekarang umur 81 tahun) adalah Raja Arab Saudi ketujuh, Penjaga Dua Kota Suci, dan pemimpin Wangsa Saud saat ini.
Ia menjabat sebagai wakil gubernur dan kemudian
Gubernur Riyadh selama 48 tahun dari tahun 1963 sampai 2011. Dia
diangkat sebagai Menteri Pertahanan pada tahun 2011. Ia juga terpilih
sebagai Putra Mahkota pada tahun 2012 setelah kematian saudaranya Nayef
bin Abdulaziz Al Saud. Salman diangkat sebagai Raja Arab Saudi pada 23 Januari 2015 setelah kematian saudara tirinya, Raja Abdullah.
Karir Politik :
- 1954-1955 : Wakil gubernur kota Riyadh
- 1955-1960 : Gubernur kota Riyadh
- 1963-2011 : Gubernur kota Riyadh
- 2011-2012 : Menteri Pertahanan Kerajaan Saudi Arabia
- 2012-2015 : Putra Mahkota Kerajaan Saudi Arabia
- 2015-Sekarang : Raja Kerajaan Saudi Arabia
Adapun tujuan dari Raja Salman datang ke Indonesia yang saya dapat dari berbagai media adalah sebagai berikut :
1. Piknik
Betul, sejak awal
rencana kunjungan ini muncul, rombongan Raja sudah mendapatkan jadwal
untuk tetirah ke Pulau Dewata. Tepatnya, mereka akan ada di Bali pada
4-9 Maret 2017, setelah kunjungan kenegaraan dan beberapa agenda lain di
Jakarta dan Bogor pada 1-4 Maret 2017.
Namun, jangan salah. Piknik ke Bali
bukan agenda wisata tunggal rombongan Raja Arab Saudi dari keseluruhan
rangkaian perjalanan kenegaraannya ke kawasan Asia kali ini. Sebelum ke
Indonesia, rombongan Raja sudah singgah ke Maladewa—salah satu surga
wisata bahari dunia.
Meski begitu, agenda kunjungan dan piknik tersebut sebaiknya dilihat
pula dari sisi positif buat Indonesia. Kalau masih saja gagal menemukan
rasa positif dari kunjungan ini, coba saja hitung perputaran uangnya.
Beberapa
pretelan informasi bisa jadi bahan hitungan kasar rezeki "dadakan" ini. Dari biaya hotel, kendaraan, dan urusan makanan, misalnya.
Di
Jakarta, rombongan utama Raja akan menginap di hotel bintang lima di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Di Bali, pilihan tempat menginapnya
juga tak beda kelas.
Katakanlah setiap kamar diisi dua orang anggota rombongan, dengan rata-rata
rate
kamar yang disewa Rp 2 juta per hari. Tinggal kalikan saja dengan
sekurangnya 500 kamar dipakai selama 9 hari, sudah "ketemu" Rp 9 miliar.
Itu
juga kalau "katakanlah" yang dipakai di atas sudah pas. Faktanya, harga
sewa asli dari setiap hotel yang dipakai itu berkali lipat dari
pemisalan di atas. Sebut saja rata-rata satu kamar bertarif Rp 5 juta,
biaya sudah berlipat menjadi Rp 22,5 miliar.
Belum lagi kalau
Raja dan para pangeran menggunakan kamar bertarif puluhan juta. Total
angkanya bakal "lumayan banget" buat memastikan
cash flow industri perhotelan.
Biar
tidak sakit kepala, harga aslinya tak perlu benar-benar dihitung,
kecuali memang butuh kutipan buat bikin berita atau laporan.
Aliran uang dari sewa kendaraan yang akan menjadi "kaki" rombongan
selama ada di Jakarta, Bogor, dan Bali, juga jangan disepelekan. Gaji
pegawai perusahaan penyewaannya amanlah harusnya bulan ini.
Tarif
sewa mobil-mobil yang sejak beberapa hari lalu sudah disiapkan di
kawasan Senayan ini rasanya tak mungkin di bawah Rp 1 juta per hari,
kalau yang berjajar dari Mercedes Benz seri E-Class dan S-Class atau
Toyota Alphard.
Dari penelusuran
Kompas.com, harga sewa Mercedes-Benz E-Class di Jakarta, paling murah adalah Rp 2,5 juta per hari.
Kabar terbaru, urusan makanan pun untuk rombongan ini sampai perlu ada 150 "tukang masak" khusus.
Berdoa saja rombongan Raja Arab Saudi juga sempat "
ngemil" jajanan rakyat, bawa oleh-oleh buatan Tajur, atau
ngopi-ngopi
di sekitar hotel. Kalau bukan para pangeran-nya, minimal ya para
pengawal yang jajan sembari bertugas. Biar aliran duit lebih merata ke
sekitar lokasi kunjungan.
Hitung-hitung, agenda piknik ini jadi sedikit "balas jasa" untuk Indonesia yang rutin setiap tahun memberangkatkan ratusan ribu jemaah haji. Belum lagi rombongan umrah yang mengalir sewaktu-waktu ke Tanah Suci.
Nominal yang didapat Arab Saudi dari jajan dan oleh-oleh yang dibeli
para peziarah selama perjalanan religi itu juga boleh kok kalau mau
dihitung...
2. Bawa agenda politik
Agenda
politik bukan berarti mengajak Indonesia berganti ideologi atau jadi
sekutu Arab Saudi soal perang dan konflik di Timur Tengah.
Agenda
politik itu banyak, termasuk membahas masalah tenaga kerja Indonesia
(TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW) asal negeri ini yang masih sering
terlunta di sana.
Raja
Salman bin Abdulaziz dijadwalkan menggelar pertemuan khusus dengan
Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Sebagai catatan, kunjungan kepala
negara Arab Saudi ke Indonesia sebelum ini terjadi terakhir kali pada
1970.
Masih
masuk agenda politik, Raja Salman dan rombongannya juga disebut punya
jadwal bertemu sejumlah tokoh masyarakat, termasuk mengunjungi Masjid
Istiqlal. Lagi-lagi, bukan buat mengajak ganti ideologi, melainkan lebih
pada "kedekatan" karena data statistik penduduk Muslim Indonesia.
Soal
"kedekatan" yang ini, Arab Saudi dengan penduduk sekitar 31 juta orang
adalah "tuan rumah" bagi sekitar 2 juta jemaah haji per tahun. Dari
jumlah "tamu" Baitullah tersebut, Indonesia pada 2017 mendapat kuota
211.000, setelah sempat mendapat kuota 168.000.
Cuma kisaran 10
persen total jemaah kelihatannya, tetapi ingat, ini dari sedunia. Jangan
lupa juga, nomor urut antrean warga Indonesia untuk berhaji sudah
sampai jatah belasan tahun ke depan.
Merujuk data sensus penduduk terakhir yang digelar Badan Pusat Statistik pada 2010, penduduk Muslim Indonesia tercatat mencapai 207,17 juta jiwa, dari total 237,64 juta penduduk.
3. Kepentingan bisnis
Ini
juga topik yang seru disebut-sebut, terutama di media sosial dan lapak
berita ekonomi. Maklum, Arab Saudi termasuk yang lumayan "kena banget"
dampak anjloknya harga minyak mentah.
Buat pengingat, harga minyak dunia masih bertengger di atas 100 dollar AS per barrel pada Juni 2014, sebelum terjun bebas dan
rebound-nya tertahan tak lebih dari kisaran 50 dollar AS per barrel hingga saat ini.
Padahal, minyak adalah sumber penghasilan utama Arab Saudi. Masalahnya,
cadangan minyak negara itu juga bukan yang terbesar di dunia, "hanya"
di kisaran seperlima cadangan global.
Pendapatan
dari para peziarah jadi sumber utama kedua. Namun, sebanyak-banyaknya
minat Muslim sedunia mau berhaji atau umrah, lahan Masjidil Haram punya
keterbatasan daya tampung, sekalipun sudah diperluas dan
bertingkat-tingkat bangunan yang mengitari Kakbah.
Sudah
begitu, warga negara Arab Saudi selama ini menikmati banyak fasilitas
gratis dari negara—mengandalkan pendapatan minyak. Pendapatan per kapita
warga Arab Saudi pun sekarang terus turun, sejalan dengan kejatuhan
harga emas hitam itu, meski masih lebih tinggi dari orang sini.
Lebih
kurang dari situasi ekonomi yang terjepit tersebut, jualan pengalaman
jadi pusat ladang minyak dunia jadi salah satu peluang "perpanjangan
napas" keuangan Arab Saudi. Inilah yang lantas kerap disebut di
pemberitaan dan media sosial, terkait rencana investasi Arab Saudi.
Lewat perusahaan negaranya, Arab Saudi disebut akan menggarap
peremajaan dan pengembangan kilang minyak di Indonesia. Namun, rencana
penawaran perdana saham (IPO) Aramco—perusahaan minyak tersebut—masih
lebih mengemuka.
Selebihnya, semua masih kemungkinan, mengingat
keuangan negara itu pun sedang kocar-kacir, bahkan sekadar untuk
membayar gaji para pegawainya.
Seperti dikutip dari
Bloomberg, Arab Saudi
memperkirakan anggaran negaranya akan defisit 7,7 persen pada 2017,
bernilai sekitar 198 miliar riyal. Sebelumnya, pada 2016, negara ini
membukukan defisit anggaran sebesar 11,5 persen, senilai 297 miliar
riyal.
Arab Saudi
pun memperkirakan beragam skenario menyikapi efek anjloknya harga
minyak masih akan berkembang hingga 2020. Meski sudah tak lagi menjadi
90 persen pendapatan, minyak lagi-lagi masih jadi harapan utama
perekonomian Arab Saudi.
Pemasukan
dari minyak pada 2017 diharapkan naik lagi, terutama setelah organisasi
produsen dan pengekspor minyak pada pengujung November 2016 sepakat
memangkas total kuota produksi kolektif.
Targetnya, Arab Saudi bisa meraup pendapatan senilai 480 miliar riyal—setara sekitar Rp 1.680 triliun memakai kurs Rp 3.500 per riyal Arab Saudi—dari
minyak, untuk mengejar proyeksi penerimaan negara sebesar 692 miliar
riyal pada 2017. Angka "minyak" ini naik dari realisasi 329 miliar riyal
pada 2016.
4. Mempererat kerjasama bilateral antara Arab Saudi dan Indonesia
Baiklah... sekian dulu mengenai Raja Salman dari Arab Saudi dan tujuan kunjungannya ke Indonesia.
Semoga tidak terjadi kesalah pahaman... Wallahu alam bish shawab...
Sumber :
kompas.com | wikipedia | Bloomberg