Jumat, 15 Oktober 2010
Dunia tanpa malaikat
Posting cerpen by: Mr.T
"Hei kawan, lihat! Ada yang ibu-ibu buang sampah di depan rumah."
"Mana? Mana? Hm... iya yah, ga sopan amat buang sekardus sampah gitu."
"Hei, dengar kawan! Kayanya ada suara, ya suara tangis dari kardus itu. Sepertinya kardus itu berisi bayi."
"Iya, bayinya mulai menangis. Bagaimana ini. Kita mesti ngapain. Ibunya sudah pergi begitu saja setelah menaruhnya di sana."
"Iya, kawan. Jahat sekali ibu itu. Membuang bayinya."
"Iya tuh. Manusia sekarang sudah pada ga bener semua. Ada ga ya yang baik bagai malaikat."
"Hush, jangan begitu, kawan. Tentu saja masih ada manusia yang baik."
"Kayanya ga ada tuh. Malaikat saja mungkin enggan datang ke dunia yang kotor ini. Dunia ini sud...."
"Oh tidak! Ada anjing liar. Gawat nih, kawan. Bisa-bisa dibawa pergi sama itu anjing."
"Ah.. Seandainya aku bisa menolongnya. Tapi apa daya...."
"Hei, si ibu itu kembali! Ternyata ibu itu bersembunyi di sudut sana dari tadi."
"Ya... Dan sekarang tinggal kardus itu lagi. Anjing itu sekarang malah mengejar ibu itu."
"Tapi bayi itu tidak menangis lagi. Apa dia baik-baik saja, kawan?"
"Aku juga tidak tahu. Hei lihat! Pemilik rumah datang membawa gunting rumput."
"Oh gawat, sepertinya waktuku telah tiba. Aku tidak bisa menemanimu lagi, kawan."
"Jangan bersedih ilalang. Semoga pemilik tidak mencabut akarmu. Jadi nanti kamu akan tumbuh lagi."
"Ya, terima kasih kawanku. Kita memang berbeda. Engkau tanaman hias sedangkan saya ilalang pengganggu."
Pemilik rumah pun mulai mendekati ilalang yang tumbuh di sebelah pakis hias.
"Ahh... Sudah tiba saatnya. Selamat tinggal kawan."
"Selamat jalan juga teman."
Saat gunting rumput tersebut mendekati ilalang, tiba-tiba pemilik rumah mendengar suara tangisan bayi. Segera pemilik itu meletakkan guntingnya dan bergegas ke arah suara itu.
Tak berapa lama pemilik membawa masuk bayi tersebut. Di dalam rumah pun jadi ramai membicarakan tentang bayi tersebut. Dari memberitahu pak rt sampai polisi.
"Aku selamat, kawan. Ga jadi digunting. Mungkin bayi itu malaikat yang dikirim untuk menolongku."
"Hm... Mungkin saja. Hei! Lihat ibu itu ada di sudut sana. Ibu itu menangis, tapi ada senyum di wajahnya."
"Ah, iya kawan. Kita memang tak mengerti jalan pikiran manusia."
"Dan sepertinya pemilik rumah juga jadi senang. Mungkin bayi tadi akan diadopsi olehnya. Dia kan dah lama ga punya-punya anak."
Ibu tadi pun menghilang dari tempat persembunyiannya. Ibu dengan pakaian kumuh dan lusuh tersebut mungkin berharap bayinya bisa hidup layak diasuh oleh pemilik rumah mewah itu....
"Sepertinya kita masih diberi waktu untuk bersama, kawan."
"Ya, terima kasih. Aku juga masih ingin ngobrol banyak denganmu."
"Terima kasih bayi, terima kasih Tuhan..."
~Fin~
"Hei kawan, lihat! Ada yang ibu-ibu buang sampah di depan rumah."
"Mana? Mana? Hm... iya yah, ga sopan amat buang sekardus sampah gitu."
"Hei, dengar kawan! Kayanya ada suara, ya suara tangis dari kardus itu. Sepertinya kardus itu berisi bayi."
"Iya, bayinya mulai menangis. Bagaimana ini. Kita mesti ngapain. Ibunya sudah pergi begitu saja setelah menaruhnya di sana."
"Iya, kawan. Jahat sekali ibu itu. Membuang bayinya."
"Iya tuh. Manusia sekarang sudah pada ga bener semua. Ada ga ya yang baik bagai malaikat."
"Hush, jangan begitu, kawan. Tentu saja masih ada manusia yang baik."
"Kayanya ga ada tuh. Malaikat saja mungkin enggan datang ke dunia yang kotor ini. Dunia ini sud...."
"Oh tidak! Ada anjing liar. Gawat nih, kawan. Bisa-bisa dibawa pergi sama itu anjing."
"Ah.. Seandainya aku bisa menolongnya. Tapi apa daya...."
"Hei, si ibu itu kembali! Ternyata ibu itu bersembunyi di sudut sana dari tadi."
"Ya... Dan sekarang tinggal kardus itu lagi. Anjing itu sekarang malah mengejar ibu itu."
"Tapi bayi itu tidak menangis lagi. Apa dia baik-baik saja, kawan?"
"Aku juga tidak tahu. Hei lihat! Pemilik rumah datang membawa gunting rumput."
"Oh gawat, sepertinya waktuku telah tiba. Aku tidak bisa menemanimu lagi, kawan."
"Jangan bersedih ilalang. Semoga pemilik tidak mencabut akarmu. Jadi nanti kamu akan tumbuh lagi."
"Ya, terima kasih kawanku. Kita memang berbeda. Engkau tanaman hias sedangkan saya ilalang pengganggu."
Pemilik rumah pun mulai mendekati ilalang yang tumbuh di sebelah pakis hias.
"Ahh... Sudah tiba saatnya. Selamat tinggal kawan."
"Selamat jalan juga teman."
Saat gunting rumput tersebut mendekati ilalang, tiba-tiba pemilik rumah mendengar suara tangisan bayi. Segera pemilik itu meletakkan guntingnya dan bergegas ke arah suara itu.
Tak berapa lama pemilik membawa masuk bayi tersebut. Di dalam rumah pun jadi ramai membicarakan tentang bayi tersebut. Dari memberitahu pak rt sampai polisi.
"Aku selamat, kawan. Ga jadi digunting. Mungkin bayi itu malaikat yang dikirim untuk menolongku."
"Hm... Mungkin saja. Hei! Lihat ibu itu ada di sudut sana. Ibu itu menangis, tapi ada senyum di wajahnya."
"Ah, iya kawan. Kita memang tak mengerti jalan pikiran manusia."
"Dan sepertinya pemilik rumah juga jadi senang. Mungkin bayi tadi akan diadopsi olehnya. Dia kan dah lama ga punya-punya anak."
Ibu tadi pun menghilang dari tempat persembunyiannya. Ibu dengan pakaian kumuh dan lusuh tersebut mungkin berharap bayinya bisa hidup layak diasuh oleh pemilik rumah mewah itu....
"Sepertinya kita masih diberi waktu untuk bersama, kawan."
"Ya, terima kasih. Aku juga masih ingin ngobrol banyak denganmu."
"Terima kasih bayi, terima kasih Tuhan..."
~Fin~
Langganan:
Postingan (Atom)