Fiksi Mini

Pengantar
Writed by Ernest Hemingway Kutipan dari AgusNoorFiles

Saya menyebutnya fiksi mini. Itulah bentuk fiksi mini yang saya himpun dalam antara lain dalam “Anjing & Fiksi Mini Lainnya” atau “35 Cerita untuk Seorang Wanita” (Jawa Pos, 1 November 2009). Yakni fiksi, yang hanya terdiri dari secuil kalimat. Mungkin empat sampai sepuluh kata, atau satu paragrap. Tapi di sana kita beroleh “keluasan dan kedalaman kisah”. Kutipan di awal tulisan, merupakan karya penulis dunia, Hemingway, adalah salah satu contoh “novel terbaik dunia”, yang ditulis hanya dengan beberapa patah kata. Karya itu, ditulis di tahun 1920, karna Hemingway bertaruh dengan rekannya: bahwa ia mampu nenulis novel lengkap dan hebat hanya dengan enam kata. Dan penulis Amerika itu menyatakan: itulah karya terbaiknya.

Tapi, bila kita mau melihat bentuk-bentuk karya sastra yang sudah ada, fiksi mini sesungguhnya punya jejak sejarah yang panjang. Artinya, tidak dimulai di tahun 1920, ketika Hemingway menulsikan fiksi mininya itu. Kita ingat fabel-fabel pendek yang ditulis Aesop (620-560 SM), adalah sebuah “kisah mini” yang penuh suspens dalam kependekannya. Kita bisa melihat pula kisah-kisah sufi dari Timur tengah, yang turunannyapopuler sampai sekarang dalam bentuk anekdot-anekdot semacam Narsuddin Hoja atau Abunawas. Kisan-kisan kebajikan zen di Tiongkok, yang bahkan seringkali lebih menggungah ketimbang cerita panjang yang bertele-tele.

Di perancis, fiksi mini dikenal dengan nama nouvelles. Orang Jepang menyebut kisah-kisah mungil itu dengan nama “cerita setelapak tangan”, karena cerita itu akan cukup bila dituliskan di telepak tangan kita. Ada juga yang mneyebutnya sebagai “cerita kartu pos” (postcard fiction), karena cerita itu juga cukup bila ditulis dalam kartu pos. Di Amerika, ia juga sering disebut fiksi kilat (flash fiction), dan ada yang menyebutnya sebagai sudden fiction atau micro fiction. Bahkan, seperti diperkenalkan Sean Borgstrom, kita bise menyebutnya sebagai nanofiction. Apa pun kita menyebutnya, saya pribadi lebih suka menamainya sebagai fiksi mini.

Ada yang mencoba memberi batasan fiksi mini itu melalui jumlah katanya. Misalkan, sebuah karya bisa disebut fiksi mini bila ia terbentuk dari tak lebih 50 kata. Ada yang lebih longgar lagi, sampai sekitar 100 kata. Dalam batasan seperti ini, maka kita akan menemukan bahwa banyak penulis dunia seperti Kawabata, Kafka, Chekov, O Henry, sampai Ray Bradbury, Italio Calvino dan yang paling mutakhir Julio Cortazar, menghasilkan fiksi mini yang dahsyat. Kedahsyatan itu terasa, betapa dalam kisah yang ditulis dengan “beberapa kalimat saja”, kita dibawa pada petualangan imajinatif yang luar biasa. Dan inilah, memang, yang membuat fiksi mini, terasa punya hulu ledak. Ia seperti bom kecil, yang ditanamkan ke kepala kita, dan ledakannya membuat otak kita berguncang. Ada gema panjang, yang bahkan terus menggoda dan tak mudah hilang, setelah kita membacanya dalam sekejap.

Sembari mengutip Cortazar, Hasif Amini pernah menyebut, bila novel adalah pertandingan tinju dua belas ronde, maka cerpen ibarat pertandingan tinju yang berakhir dengan KO atau TKO – mungkin di rondo ke empat atau ronde ke enam.. Maka, fiksi mini ibarat pukulan telak yang langsung membuat lawan terjengkang pada kesempatan pertama. Atau, bayangkanlah sebuah ruang tunggu, begitu Amini melukiskan. Novel ibarat kita tengah berbincang-bincang secara panjang dengan seseorang yang kita jumpai di ruang tunggu. Kita jadi merasa mengenal atau mengetahui keseluruhan kisah hidup orang itu. Cerpen menjadi seperti perbincangan singkat dengan seseorang di ruang tunggu, dan kita merasa “hanya” mengetahui satu bagian dari kisah hidup orang itu. Maka, fiksi mini, adalah seseorang yang tiba-tiba saja datang, lalu berkata sepatah dua patah kata, atau sekalimat, yang membuat kita terperangah. Dan orang itu, mendadak sudah menghilang begitu saja. Meninggalkan kita yang hanya terbelalak, digoda sejuta tanya, dan terus-menerus memikirkan apa yang tadi barusan dikatakan orang itu? Begitu efek fiksi mini. Ia seperti satu tamparan yang membuat kita kaget terbelalak.

Bila, saya disuruh menegaskan melalui jumlah kata, maka saya akan membatasi pada jumlah 50 kata itu, untuk sebuah karya bisa disebut fiksi mini. Tapi rumusannya adalah, ‘menceritakan sebuah kisah dengan seminim mungkin kata’. Maka, semakin sedikit jumlah kata itu, maka semakin berhasil fiksi mini itu. Tapi, tentu saja, bukan cuma jumlah kata itu yang membuat fiksi mini kuat. Dalam jumlah kata yang secuil itu, tetap harus membayangkan sebuah kisah panjang, atsmosfir kisah yang luas, bayangan karakter, ada konnflik dan suspens, atau mungkin teka-teki yang tak kunjung selesai. Semakin sedikit kata, tetapi semakin luas membentang kisah di dalamnya, dalam koridor itulah seorang pengarang ditantang untuk menghasilkan fiksi mini yang kuat.

Saya menyebutnya fiksi mini (bukan prosa mini), karena fiksi mini memang bisa juga berbentuk puisi. Tetapi, tentu saja, bila menyangku urusan kategorisasi, fiksi mini tetap harus memiliki elemen narataif atau penceritaan, untuk membedakannnya dengan “puisi pendek’ (misalnya). Karena kita tahu, ada bentuk-bentuk puisi yang sangat pendek, seperti haiku, tetapi barangkali tetap lebih nyaman bila disebut sebagai puisi pendek, bukan fiksi mini. Maka, dalam fiksi mini itu, elemen dasar penceritaan atau naratif (yang karenanya menjadi lebih dekat pada prosa) bisa ditemukan. Kita mengenal element penceritaan seperti penokohan (protagonis dan antagonis), konflik, obstacles atau juga complication dan resolution. Barangkali, pada fiksi mini, justru resolution itu yang dihindari, karena dalam fiksi mini, akhir (ending) menjadi semcam gema, yang terus dibiarkan tumbuh dalam imajinasi pembaca. Karakter menjadi kelebatan tokoh yang seperti kita kenal, tetapi tak mudahdipastikan, dan karenanya bergerak cepat. Itulah yang justru membuat kita penasaran.

Saya akan kutipkan satu contoh. Berikut ini adalah karya Joko Pinurbo, yang “resminya” oleh penulisnya sendiri, disebut puisi. Tapi, menurut saya, ia bisa disebut fiksi mini:

Penjahat Berdasi

Ia mati dicekik dasinya sendiri.

Dalam karya itu, kita menemukan bayangan tokoh, yakni “si penjahat berdasi”. Di sana suatu konflik yang membuat si tokoh itu akhirnya mati secara mengerikan: dicekik oleh dasinya sendiri. Perhatikan kata “dicekik” dan buka “tercekik”, misalnya. Dalam kata “dicekik” itulah, kita menemukan unsur plot arau alur: bagaimana suatu hari dasi itu berubah seperti tangan hitam dan kasar yan jengkel dan kemudian mencekik leher di tokoh itu”. Memilih kata yang tepat, efektif dan kuat secara imajinatif, menjadi kunci lain bagi proses penulisan fiksi mini.

Saya sengaja mengutip “fiksi mini” Joko Pinurbo itu, sekadar untuk memperlihatkan, betapa sesungguhnya, selama ini, fiksi mini, banyak digarap oleh penulis kita. Puisi-puisi yang menghadirkan dirinya menjadi semacam prosa, sebagaimana yang kerap ditulis oleh Joko Pinurbo (seperti Celana atau Tukang Cukur) atau juga oleh Sapardi Joko Damono (Perahu Kertas atau Mata Pisau). Dalam pengantar kumpulan prosanya Pengarang Telah Mati, Sapardi menegaskan kalau prosa-prosa pendek itu disebutnya “cerpen mini” karena ia memang menyebutnya prosa. Padahal, menurut saya, prosa-prosa pendek – atau fiksi mini dalam istilah saya – telah banyak ditulis Sapardi, seperti dalam sajak “Tuan”, meski ia menyebutnya puisi. Mari kita kutip sajak “Tuan” itu, dan saya tulis ulang dengan gaya prosa:

Tuan

“Tuan Tuhan, bukan?” Tunggu sebentar, saya sedang keluar.

Tidak bisa tidak, itu adalah bentuk fiksi mini, meski penulisnya sendiri menyebutnya sebagai puisi. Barangkali, karena saat puisi itu ditulis, istilah fiksi mini belum terlalu ngetrend. Saat ini, ketika dunia semakin berkelebat, ketika waktu kian bisa dilipat-lipat begitu kecil dan praktis, ketika dunia seperti telepon genggam yang kita simpan dalam saku celana, segala yang sekilas seperti telah menjadi nafas kita sehari-hari, dan kita menjadi merasa penting segala macam hal yang mesti serba sekilas, selintas, gegas dan ringkas. Ketika intenet mulai mendominasi, maka fiksi mini menjadi trend yang menggoda dan digandrungi. Kecepatan dan keringkasan adalah ciri tulisan di internet. Barangkali, karena itulah, fiksi mini seperti menemukan habitatnya yang pas di laman internet. Kurnia Effendi, seorang penulis cerpen Indonesia, saat saya membacakan dan mendiskusikan fiksi mini di Warung Apresiasi Sastra Bulungan Jakarta, melihat problem terbesar fiksi mini ketika ia bersinggungan dengan media utama publikasi sastra kita, yakni koran. Fiksi mini menjadi mustahil muncul di koran, kata Effendi, karena “ruang koran menjadi teralu luas untuk bentuk fiksi mini. Maka saya mencoba mensiasatinya dengan cara “menghimpun sekian fiksi mini”, seperti dalam “35 Cerita buat Seorang Wanita” itu atau dalam “20 Keping Puzzle Cerita”. Pada dasarnya, itu adalah fiksi mini, yang tiap bagian kisahnya berdiri sendiri. Menghimpunnya hanyalah menjadi semacam strategi publikasi.

Ketika dunia makin pendek, pengarang pun ditantang untuk menyuling cerita. Menyuling cerita, begitulah pada dasarnya proses penulisan fiksi mini. Atau pengarang seperti ahli kimia yang mencoba menemukan atom cerita. Ia membuang dan mengurai detail yang kadaluarsa, yang hanya akan mengganggu dan mengotori kemurnian imajinasi. Ketika dunia sudah menjadi terlalu prosais, terlalu banyak kehebohan cerita yang sesungguhnya hanya gegap-gempita yang menyesatkan, yang terus menerus direproduksi hingga tak lebih menjadi kisah-kisah yang yang mekanis dan gampang kita duga, maka fiksi mini seperti sebuah jalan spiritual untuk menemukan semua esensi cerita. Menyuling cerita, menjadi pencarian spiritualitas cerita, sebagaimana tersirat dalam fiksi mini-fiksi mini seputar zen budisme. Barangkali, itulah “teologi fiksi mini”, yang membuatnya menjadi penting dan relevan untuk kita yang megam-megam dalam samudera cerita, dan kita justru terasing dari semua cerita yang direproduksinya.

Saya ingin menutup esai ini dengan satu fiksi mini saya,

Sebutir Debu

Tepat, ketika sebutir debu itu jatuh menyentuh tanah, semesta ini pun meledak.

Jagat raya ini hanyanya sebutir debu. Begitulah jagat raya di mata Tuhan. Maka inilah akar teologis dari fiksi mini, bahwa Tuhan menyusun jagat raya ini sebagai pengarang yang telah menemukan esensi cerita. Jagat raya ini adalah fiksi mini yang telah berhasil ditulis oleh Tuhan dengab piawai.

Sekarang, pejamkanlah mata. Biarkan segala hirup pikuk cerita lenyap dari kepalamu, hingga yang tersisa adalah bentangan kesunyian imajinasi yang paling ultim, sublim. Itulah esensi cerita yang kini muncul dalam kemurnian imajinasimu. Tidakkah kau ingin terus-menerus menyuling dan menuliskannya?


Fiksi mini "Anjing dan fiksi mini lainnya"

Anjing

Ia berubah jadi anjing. Itulah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya

Teka-teki Laki-laki yang Tak Kembali

Terkantuk-kantuk perempuan itu menunggu suaminya pulang. Terdengar kunci pintu dibuka pelan. Sejak itu suaminya tak pernah muncul.

Bayi

Tengah malam, bayi yang lapar itu terus menangis menjerit-jerit. Pelan-pelan ia mulai memakan jari-jarinya, lengan dan kakinya, melahap usus dan jantungnya, hingga tak bersisa.

Jangan Membunuh Ular di Hari Minggu

Kau bermimpi, seekor ular menyelusup masuk telinga ibumu. Kau menjerit, dan cepat-cepat menghantamnya. Saat terbangun, kau mendapati ibumu mati terkapar bersimbah darah. Kepalanya pecah.

Misteri Mutilasi

Ia memotong-motong tubuhnya sendiri, dan membuangnya ke kali. Polisi masih sibuk mencari pembunuhnya, sampai kini.

Api Sinta

Sinta berdiri di tepi api penyucian yang berkobar. “Masuklah..,” ujar Rama.”Bila kau belum terjamah Rahwana, api itu akan menyelamatkanmu.”

Sinta menatap pangeran tampan itu dengan mata berkaca-kaca, sebelum akhirnya terjun dalam kobaran api. Semua yang hadir begitu lega ketika menyaksikan api itu perlahan padam: tubuh Sinta tak terbakar.

Hanya kedua payudaranya yang gosong.

Pengantin

Tak pernah ia bertemu perempuan secantik itu. Mengingatkannya pada Putri Tidur jelita. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama dan meminangnya. Tak ada yang tahu ketika ia membawa mayat itu ke kamarnya.

Kisah Seorang Psikopat

Sebelum polisi tiba ia bergegas mengemas koper yang berisi potongan tubuhnya sendiri.

TKI yang Pulang Kampung

Ia dikabarkan mati. Saat ia kembali, keluarganya sedih. Tengah malam ia pun menggantung diri.

Ulat dalam Kepala

Bocah itu begitu iba pada adiknya yang bertahun-tahun terbaring sakit dengan kepala yang makin membengkak. “Seperti ada ribuan ulat di otakku,” keluh adiknya selalu. Suatu hari bocah itu melihat ibunya membelah apel, dan ada ulat di dalamnya.

Tengah malam, diam-diam, ia mengambil pisau. Kini ia tahu bagaimana menolong adiknya.

Mayat di Pinggir Kali

Mayat itu ditemukan telanjang di pinggir kali. Ia kemudian dilaporkan ke polisi dan dihukum lima tahun penjara karena dituduh melanggar Undang-undang Pornografi.

Sumur Tua di Belakang Rumah

Ada sumur tua di belakang rumahku. Setiap purnama air sumur itu memerah. “Dulu,” cerita Nenek, “puluhan orang dibantai, dan dibuang ke dalamnya.” Sejak itu, siapa pun dilarang mendekat.

Tapi diam-diam aku suka ke sana. Menyaksikan bangkai mayatku mengapung di dasar sumur itu.

Matinya Seorang Pelawak

Tak ada yang tersenyum menyaksikannya di panggung. Ketika ia mati, semua orang tertawa.

Sarapan Pagi

Potongan daging busuk penuh belatung berceceran di lantai. Bau busuk meruap kamar gelap itu. Sumanto menikmati sarapan paginya dengan tenang.

Salju

Matahari begitu terik. Sebutir salju melayang jatuh di telapak tangan. Ia berteriak gembira. Sejak itu orang-orang menganggapnya gila.

Hari Paling Indah dalam Hidup Sepasang Suami Istri

Keduanya duduk di beranda, menikmati teh hangat, memandang senja yang bagai usia perkawinan mereka. “Ceritakan kisah paling lucu dalam hidupmu,” kata si istri.

“Ialah ketika aku membunuhmu,” jawab si suami.

Mereka pun tertawa.

Mudik Lebaran

Aneh sekali. Stasiun lengang dan sepi. Cuma ia sendiri. Sesekali terdengar lengking peluit. Tapi kereta itu tak juga muncul. Padahal ia sudah menunggu sejak lebaran bertahun lalu.

Berita dari Koran Pagi

Ayahmu menggampar ibumu sampai mati karena ia telah menggorok kamu yang dengan sadis membacok ayahmu hingga tewas hanya karena tak membelikanmu mainan.

Tamasya Keluaga Seorang Kerani

Liburan sekolah ini ia ingin mengajak anak-anaknya tamasya. “Meski miskin, sesekali perlu juga kita rekreasi,” katanya. Anak-anak bersorak gembira.

Menyisihkan sedikit uang gaji, digoncengnya anak-anak ke Kebun Binatang. Ia tersenyum menyaksikan mereka berlarian, main prosotan.

Mendadak ponselnya berbunyi. Dari istrinya, “Katanya mau ngajak liburan. Anak-anak nunggu di rumah nih!”

Buru-buru ia ngebut pulang. Tapi di tikungan sepeda motornya terguling dan truk yang melaju kencang langsung menyambarnya. Sedetik sebelum nyawanya melayang, ia tiba-tiba teringat kalau istrinya sudah meninggal setahun lalu.

Hiroko

Ia tak terbangun ketika bom atom itu meledak di sampingnya.

Reinkarnasi

Setelah mati di masa depan, aku terlahir kembali di masa silam sebagai diriku yang sekarang.

Pohon Hayat

Ketika kanak, kau mendengar kisah pohon rimbun di alun-alun kotamu. Setiap selembar daunnya luruh, seseorang akan mati. Pernah sebagian besar daunnya rontok ketika terjadi pembantaian.

Saat ini kau gemetar memandangi satu-satunya daun yang tersisa di pohon itu.

Ibu yang Menunggu

Anaknya hilang saat kerusuhan. “Mungkin diculik. Mungkin terpanggang api yang membakar pertokoan,” kata orang-orang. Sejak itu ia selalu duduk termangu di beranda, hingga larut.

Bertahun-tahun kemudian para peronda masih sering melihatnya duduk di situ, meski ia telah lama mati dan rumah itu sepi.

Halte

Terkantuk-kantuk kau duduk di halte menunggu angkot yang akan membawamu pulang. Begitulah, setiap hari, kau selalu pulang kerja selarut ini.

Angkot datang. Kau segera masuk. Ketika angkot itu kembali melaju, kau menegok ke jalanan sepi di belakangmu. Kau melihat dirimu yang tengah terkantuk-kantuk menunggu di halte itu.

Ramalan

Suatu kali seorang peramal mendatangi. “Kau akan mati ketabrak kereta api,” katanya. Padahal ia tak pernah dilahirkan.

Kasus Salah Tangkap

Kau tak pernah bisa mengerti, kenapa polisi menangkapmu. Mereka terus menginterogasi. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. Memaksamu agar mengaku. Kau dituduh membunuh kekasihmu. Padahal kekasihmu masih hidup. Kaulah yang mati.

Lelucon Seorang Badut

Ia suka menghibur diri di depan kaca dengan gerakan-gerakan paling lucu yang tak pernah bisa membuatnya tertawa.

Seusai Pemakaman

Seusai dikuburkan, ia pun kembali ke rumah. “Ayah pulang! Ayah pulang!” anak-anaknya berlarian riang. Di pintu, mata istrinya berlinang.

Di Kafe

Sembari menunggu ia bercakap-cakap dengan tamunya yang tak pernah datang. Sampai kafe tutup. Dan ia pulang. Tapi pelayan kafe masih melihatnya terus duduk di kursi itu.

Alibi

Kau merasa senang karna akhirnya kau dibebaskan dari tuduhan. Polisi tak bisa mendakwamu, karna ketika kau terbunuh dan mayatmu ditemukan malam itu, kau memang tak ada di tempat kejadian.

Perempuan yang Mati Membakar Diri

Perempuan itu ditemukan mati gosong, sambil mendekap bayi yang disusuinya. Orang-orang yang mengangkat mayatnya bersumpah, kalau airsusu perempuan itu masih menetes-netes dari putingnya.

Pada Sebuah Kuburan

Orang-orang bilang kuburan itu berhantu. Bila pulang malam-malam, kau pasti merinding setiap melewatinya. Seperti ada suara yang terus melolong. Kau sedih setiapkali mendengar lolong itu. Lolong itu selalu mengingatkanmu pada kejadian bertahun lalu, ketika kau dulu mati dipotong-potong dan dibuang ke kuburan itu.

Mati Sunyi Seorang Diktator

Diktator itu mati dipancung di tengah alun-alun. Keesokanya ia terlihat duduk-duduk di balkon istananya yang sepi menikmati secangkir kopi sembari membaca setumpuk koran pagi. Ia termangu saat menyadari tak ada satu pun koran yang memberitakan kematiannnya. “Betapa sia-sia aku menjadi diktator,” keluhnya. Lalu segera menembak kepalanya sendiri.

Paket Kilat

Suatu hari kau mendapat paket yang berisi kematianmu sendiri. Mohon diterima dengan baik, tulis pesan yang menyertai. “Aneh sekali,” gumammu, sambil memperlihatkan paket itu pada istrimu, “Siapa sih yang iseng ngirim beginian?” Istrimu tertawa, menganggapmu bercanda, karena di alamat pengirim jelas tertera namamu.

Sebutir Debu

Tepat, ketika sebutir debu itu jatuh menyentuh tanah, semesta ini pun meledak.

____________.___________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar harap tidak mengandung unsur SARA, jika terdapat unsur SARA, maka resiko menjadi tanggung jawab pemosting komentar